Minggu, 14 April 2013

Kajian Tradisi Massa Islam di Desa Purwareja Klampok Banjarnegara pada Bulan Sura atau Muharam

Bulan muharram diistilahkan dengan bulan sura. Akar dari kata “Sura” ini berasal dari bahasa arab “asyura” yang berarti sepuluh. Maksud dari kata ini adalah pada hari ke sepuluh di bulan muharram. Karena begitu populernya kata asyuro ini maka orang jawa menamai bulan muharram tersebut dengan nama suro.

Dalam bulan suro atau muharram tidak lepas dari berbagai tradisi dan ritual diberbagai daerah. Begitu pun juga di daerah Purwareja Klampok Banjarnegara atau biasa disebut dengan daerah Perja. Terdapat berbagai tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Perja khususnya dalam menyambut bulan suro atau bulan muharram tersebut. Tradisi tersebut diantaranya yakni membuat bubur asyura atau tradisi tukar menukar takir, riwayatan, dll.

Yang akan dibahas dalam kajian ini adalah tradisi riwayatan. Dimana tradisi riwayatan diperingati karena adanya peristiwa dibulan muharram terciptanya bumi dan langit. Tradisi ini biasanya diperingati diperempatan jalan dengan cara tukar-menukar makanan atau biasa dikenal dengan takiran. Kegiatan tradisi ini diperingati oleh semua warga masyarakat. Setiap kepala keluarga membuat takir, kemudian mereka beserta seluruh keluarganya kumpul diperempatan dan terjadilah tukar menukar antar satu kepala keluarga denganyang lainnya.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman tradisi tukar menukar makanan atau takir ini yang biasa diperingati di setiap perempatan diganti tempatnya yaitu di mushola-mushola atau langgar-langgar sekitar rumah. Diperingatinya pun dengan memberikan sedekah, tukar-menukar makanan yang biasanya diistilahkan dengan sedekah bumi, menyantuni anak-anak yatim, dan janda-janda miskin.

Tujuan inti dari kegiatan ini adalah untuk memberi sedekah kepada semua orang. Selain dengan tukar menukar makanan, menyantuni anak yatim, dan janda-janda miskin, diperingati juga dengan kesenian wayang kulit dan pengajian.

Bulan muharram diistilahkan dengan bulan sura. Akar dari kata “Sura” ini berasal dari bahasa arab “asyura” yang berarti sepuluh. Maksud dari kata ini adalah pada hari ke sepuluh di bulan muharram. Karena begitu populernya kata asyuro ini maka orang jawa menamai bulan muharram tersebut dengan nama suro.

Dalam bulan suro atau muharram tidak lepas dari berbagai tradisi dan ritual diberbagai daerah. Begitu pun juga di daerah Purwareja Klampok Banjarnegara atau biasa disebut dengan daerah Perja. Terdapat berbagai tradisi yang biasa dilakukan masyarakat Perja khususnya dalam menyambut bulan suro atau bulan muharram tersebut. Tradisi tersebut diantaranya yakni membuat bubur asyura atau tradisi tukar menukar takir, riwayatan, dll.

Yang akan dibahas dalam kajian ini adalah tradisi riwayatan. Dimana tradisi riwayatan diperingati karena adanya peristiwa dibulan muharram terciptanya bumi dan langit. Tradisi ini biasanya diperingati diperempatan jalan dengan cara tukar-menukar makanan atau biasa dikenal dengan takiran. Kegiatan tradisi ini diperingati oleh semua warga masyarakat. Setiap kepala keluarga membuat takir, kemudian mereka beserta seluruh keluarganya kumpul diperempatan dan terjadilah tukar menukar antar satu kepala keluarga denganyang lainnya.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman tradisi tukar menukar makanan atau takir ini yang biasa diperingati di setiap perempatan diganti tempatnya yaitu di mushola-mushola atau langgar-langgar sekitar rumah. Diperingatinya pun dengan memberikan sedekah, tukar-menukar makanan yang biasanya diistilahkan dengan sedekah bumi, menyantuni anak-anak yatim, dan janda-janda miskin.

Tujuan inti dari kegiatan ini adalah untuk memberi sedekah kepada semua orang. Selain dengan tukar menukar makanan, menyantuni anak yatim, dan janda-janda miskin, diperingati juga dengan kesenian wayang kulit dan pengajian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar