23
pupuh : 1 oleh-oleh, 10 tentang perhatian kepada leluhur, 2 tentang Gajah MadaSingkatan isinya1. Dalam
pupuh I Prapanca memuji keagungan raja Sri Rajasanegara, memandang baginda
sebagai titisan Shiwa-Budha untuk menentramkan kerajaan. Sang pujangga
mengadakan identifikasi antara Siwa dan Budha, peristiwa sinkretisme dalam
agama. Baik Budha maupun Siwa pada dasrnya mewakili angkasa, yang juga disebut sunya yakni kosong. Ketika masih dalam
kandungan terjadi pelbagai peristiwa alam yang ditafsirkan sebagai isyarat
keluhuran sang jabang bayi seperti meletusnya gunung Kelut, gempa bumi di
Pabanyu Pindah,hujan abu yang diikuti guruh dan halilintar.
2. Pupuh
II sampai VI mengisahkan hubungan kekerabatan baginda. Prapanca memuji
kecakapan nenek perempuan baginda yang berjuluk Rajapatni, yakni puteri
Gayatri, puteri bungsu Sri Kretanegara dari Singasari. Beliau bertindak sebagai
penasehat utama dalam pemerintahan. Ketika Sri Rajapatni mangkat pada tahun
1350 dan dikebumikan di Bayalangu, segenap rakyat dari seluruh kerajaan
berkabung. Rakyat merasa sedih kehilangan beliau. Kesedihan rakyat itu musnah
setelah penobatan baginda sebagai raja. Pupuh III menguraikan orang tua baginda
yakni Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani, yang secara resmi menjadi rani
Kahuripan, dan Sri Kertawardhana dari Singasari. Pupuh IV dikhususkan untuk
menyanjung bibi baginda yakni Bhre Daha Dyah Wiyat Rajadewi, yang kawin dengan
Sri Wijayarajasa dari Wengker. Baginda mempunyai dua orang saudara perempuan.
Yang tua bergelar Bhre Lasem, kawin dengan Bhre Matahun. Yang muda bergelar
Bhre Pajang, kawin dengan Singawardhana dari Paguhan. Dari perkawinan antara
Bhre Lasem dan Bhre Matahun Sri Rajasawardhana lahir puteri Nagarawardhani,
yang kawin dengan Bhre Wirabhumi. Dari perkawinan antara Bhre Pajang dan
Singawardhana dari Paguhan lahir Wikramawardhana alias Bhre Mataram.
Wikramawardhana kawin dengan Kusumawardhani, puteri Dyah Hayam Wuruk, dan
bertindak sebagai wakil baginda dalam pengadilan. Adik perempuannya bernama Sri
Surawardhani, memerintah Pamawuhan. Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara kawin
dengan Indudewi, puteri Wijayarejasa dari Wengker. Dalam pupuh itu disebut
adinda baginda menurut adat tata Jawa. Seorang istri menyebut suaminya kakanda,
dan seorang suami menyebut istrinya adinda. Mereka itu semuanya adalah raja
bawahan Majapahittunduk kepada Sri Nata.3. Pupuh
VII mulai dengan pujian muluk terhadap baginda Sri Rajasanegara. Semua orang
tunduk pada kuasa Sri Nata. Sri Rajasanegara dikiaskan sebagai titisan pelbagai
dewa. Beliau mengusap duka si murba sebagai dewa indra yang menurunkan hujan
diatas bumi. Sang raja menjaga negara seperti Pretiwi, meresap ke semua tempat
laksana hawa, sedangkan muka beliau laksana bulan. Seolah-olah dewa Kalma
menjelma di dalam pura. Para puteri dan permaisuri terlalu cantik bagaikan
sibiran dewi Ratih. Permaisuri Indudewi cantik jelita seindah dewi Susumna,
tidak ada taranya. Puteri Kusumawardhani, lengkung lampai, sangat jelita
berpasangan dengan Sri Wikramawardhana bagaikan dewa dan dewi, resap dipandang
mata.4. Pupuh
VIII sampai XII menguraikan seluk beluk istana Majapahit dari keindahannya
sampai para punggawa dan pegawai kerajaan. Secara terperinci sang pujangga
menyajikan uraiannya tentang istana Majapahit. Tembok batu merah, tebal lagi
tinggi, mengitari istana. Pintunya disebelah barat menghadap ke lapangan luas
yang dikelilingi parit. Halamannya ditanami pohon Brahmastana, berjajar-jajar
memanjang, berbagai-bagai bentuknya. Disitulah tempat para tanda berjaga secara
bergilir, meronda mengawasi paseban. Disebelah utara, gapuranya indah permai,
berpintu besi penuh berukir. Disisi timur pintu adalah panggung luhur,
lantainya berlapis batu putih.5. Pupuh
XIII sampai XIV menyinggung luasnya wilayah kerajaan Majapahit di Jawa dan di
Nusantara yakni pulau di luar Jawa. Dalam pupuh tersebut tercantum nama-nama
daerah dan pulau yang tunduk kepada Majapahit. Pupuh XV menyebut negara-negara
asing yang mempunyai hubungan persahabatan dengan Majapahit, diantaranya Siam, Darmanegara,
Singanagari, Campa, dan Kamboja.
6. Pupuh
XVII sampai LX menguraikan perjalanan kelililing rombongan Dyah Hayam Wuruk
dari Majapahit ke Lumajang, pada hakekatnya merupakan isi nagarakretagama.
Dharmadhyaksa kasogatan yang mengambil nama samran Prapanca, ikut serta dalam
rombongan tersebut. Dalam perjalanan itu mendapat kesempatan untuk mengunjungi
desa-desa penting dan menyaksikan sendiri wilayah kerajaan Majapahit di Jawa
Timur pada tahun 1359.7. Pupuh
LXI sampai LXII menguraikan perjalanan baginda pada tahun 1361 ke desa Simping
untuk memperbaiki candi makam, karena menaranya rusak. Candi tersebut adalah
candi makam pembangun negara Majapahit Kertarajasa Jayawardhana.8. Pupuh
LXIII sampai LXVII menguraikan selamatan srada untuk memperingati wafatnya nenek
baginda Rajapatni, yakni puteri Gayatri dari Singasari. Pesta Srada
diselenggarakan secara besar-besaran di istana pada tahun 1362. Upacaranya
diuraikan secara secara singkat dan tepat sehingga pembaca mendapatkan gambaran
jelas tentang jalannya upacara srada yang dilakukan oleh Sri Hayam Wuruk pada
zaman Majapahit.9. Pupuh
LXVIII sampai LXIX secara singkat menguraikan sejarah pembagian kerajaan
Erlangga menjadi Yanggala dan Panyalu untuk kedua puteranya oleh mpu Bharada
dengan cara menuangkan air kendi ke udara sampai diatas pohon asam di desa
Palungan sang pendeta terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam,
dan kendinya jatuh di desa Palungan. Sang pendeta terbang lagi sambil mengutuk
pohon asam supaya tetap tinggal pandak. Sejak itu tempat tersebut menurut
dongengan bernama Kamal Pandak artinya asm cebol.10. Pupuh
LXX sampai LXXIII mengurqikqn kedatangan kembali baginda dari Simping. Setiba
beliau di Istana terdengar kabar Gajah Mada sakit keras, akhirnya meninggal.
Kemudian diadakan rapat untuk mencari pengganti patih Gajah Mada, tetapi tidak
berhasil. Rapat yang dipimpin oleh baginda sendiri, mengambilkeputusan bahwa
patih Gajah Mada tidak akan diganti. Baginda sendiri memimpin pemerintahan
secara lansung, dibantu oleh enam menteri.11. Pupuh
LXXIV sampai LXXXXII menyebut nama-nama candi makam, tanah perdikan, asmara,
desa kebudhaan, desa kesiwaan, dan lain-lainnya dalam kerajaan Majapahit
terutama di Jawa dan Bali.12. Pupuh
LXXXII menguraikan keagungan baginda dan kesejahterahan pulau Jawa. Banyak tamu
asing berkunjung ke Majapahit. Pada 5 dan 6 memuat kisah perjalanan tahunan
(kirap) yang berlangsung dalam bulan Pagluna (Februari-Maret)13. Pupuh
LXXXIV adalah lanjutan dari pupuh LXXXIII/5, 6. Pada tanggal 14 bulan petang
(surut) baginda berkirap keliling kota ditatang tandu kuning, diiringkan para
pembesar, pendeta, sarjana, dalam pakaian seragam. Penghormatan kepada beliau
berupa pembacaan puja-sloka, gubaha kawiraja dari berbagai kota untuk baginda
setiba beliau di Manguntur.14. Pupuh
LXXXV menceritakan pertemuan tiap bulan Caitra (Maret – April) atau bulan
pertama setiap tahun. Maksudnya ialah untuk mengadakan semacam musyawarah
antara semua orang yang mempunyai tanggung jawab dalam pemerintahan.15. Pupuh
LXXXVI sampai XCIL. Dua hari kemudian mulailah pesta besar di lapangan babat,
yang dihadiri oleh baginda. Segala macam pertunjukkan dan perlombaan
dihidangkan untuk memeriahkan perayaan. Pada bulan petang bulan Caitra ditutup
oleh baginda dengan pembagian hadiah kepada para pemenang.16. Pupuh
XCIII sampai XCIV, Prapanca menguraikan betapa banyak para pendeta yang
menciptakan kakawin puja sastra untuk baginda. Diantaranya pendeta Budha Sri
Aditya menggubah Shogawati dalam Sloka. Beliau berasal dari Jambudwipa (India),
dari kota Kancanapuri, dari asrama Sadwihara.Pupuh XCV sampai XCVIII menguaraikan nasib sang
pujangga yang canggung hidup di dusun, kemudian bertekat bertapa dilereng
gunung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar